Rabu, 01 April 2015

bukan yang terbaik..



Kicauan burung yang bertengger di tepi jendela kamarku membangunkan ku pagi ini. Beberapa kali kedipan mata yang harus ku lakukan agar mata ini terbuka lebar. "Ah... ternyata aku tertidur di atas sajadah sehabis subuh tadi". Setelah ku lipat mukenah, berjalan ku kearah dapur. Ku lihat ibu sedang sibuk memasak.
 "Bu, mau masak apa hari ini?" tanya ku pada ibu.
               “ini nindya, sayur asem kesukaan kamu” jawab ibu dengan senyuman.
Dengan hati-hati aku Tanya pendapat ibu tentang farhan, pria yang ku ceritakan pada ibu seminggu yang lalu. Raut muka beliau seketika berubah menjadi masam. Aku tahu ibu tidak suka pada Farhan, walaupun baru sedikit saja ku ceritakan tentangnya, ibu langsung menilai pria itu tak sungguh-sungguh dengan ku. Entah apa yang jadi penilaian ibu, padahal aku menceritakan segala kebaikan yang ku lihat pada dirinya.
“kalau dia sungguh-sungguh, dia gak bakal banyak ngomong nindya,.. dia bakalan minta ketemu sama ibu”
“tapi bu,… farhan dan nindya kan mesti saling mengenal dulu. Masak langsung main ketemu sama ibu terus?” tangkis ku.
Ibu berhenti memotong sayur yang ada di tangannya. Ibu menatapku dengan tatapan lembut namun tegas.
“nindya, kamu anak ibu satu-satunya. Perempuan. Dalam ajaran islam nak gak ada itu saling mengenal tapi dengan cara sering teleponan, sms-an, apalagi sampai ketemuan berduaan”.
“tapi bu kita gak ngomongin yang aneh-aneh kok. Cuma ngomong biasa. Soal rumah tangga, agama, pokoknya yang positif-positif aja”
“itulah pintu awal syaithan bisa masuk nindya,, dari seringnya membahas sesuatu yang bukan seharusnya kalian bahas sekarang malah kalian bahas, kalian bisa di belokkan syaithan. Apa sekarang kamu gak merasa seperti ada ikatan perasaan sama dia?kayak orang pacaran? Dari sebegitu seringnya kalian berkomunikasi..”
Aku terdiam. Aku tak dapat lagi menyanggah perkataan ibu. Benar yang beliau katakan. Perlahan hati ku merasa seperti memiliki farhan. Terkadang dalam perbincangan kami, jika farhan menyebut nama perempuan lain yang dia sebut teman saja, aku sudah tak suka. Ibu memperhatikan raut wajah dan sikapku. Sepertinya ibu mengetahui apa yang aku fikirkan.
“sudahlah, nindya.. ibu tak menghalangi mu untuk mengenal orang nak. Tapi kamu harus tau batasan sebagai seorang perempuan muslim, jika kau ingin mengenal. Lakukan dengan cara ta’aruf yang benar.. bukan seperti ini”
Aku hanya tersenyum simpul memandang wajah ibu. Hatiku bimbang. Benar sekali yang ibu katakan, tapi perasaanku ini harus di bagaimanakan?
                              Sehabis sholat isya aku duduk diatas kasur ku sembari membaca buku. Yah, farhan yang menganjurkan ku untuk membaca buku itu. Buku tentang menjalani rumah tangga islam. Dalam buku itu lengkap sekali mulai dari awalan ta’aruf sampai ke masalah rumah tangga. Ia juga sering mengingatkan ku untuk melakukan sholat sunat. Berbincang soal agama. Aku mendambakan calon imam seperti farhan. Yang mengingatkanku banyak hal tentang aturan agama. Tak berapa lama ku balik helai demi helai kertas di dalam buku bacaanku, ponselku bordering. Ya itu dari farhan. Setiap hari farhan menghubungiku. Seperti biasa kami berbincang panjang. Malam semakin larut dan kami masih berbincang. Aku tau farhan sudah mulai mengantuk, tapi tak seharusnya ia salah memanggil nama ku. Aku mulai ragu terhadap farhan. Tapi ku tepis karena ku sangka itu hanya masalah sepele dan wajar.
               Sudah beberapa hari farhan tak lagi menghubungiku. Ia hanya mengirimi ku pesan singkat sesekali. Tidak seperti biasa yang bisa setiap saat mengirimi pesan, menanyai kegiatanku. Ini membuatku banyak berfikir. Aku banyak memperkirakan apa yang sedang ia lakukan. Mungkin saja ia sedang sms-an sama perempuan yang ia sebut sebagai teman itu. Aku sering menepis fikiran itu. Aku beranikan diri untuk mengiriminya sms duluan.
Assalamu’alaikum.. han, kamu lagi apa”
Tak lama farhan membalas :
Wa’alaikumsalam, maaf nindya aku sibuk banyak kerjaan
oh, yasudah. Maaf mengganggumu, han. Lanjutin aja kerjaannya”
 Farhan tak membalas pesanku lagi. Dan semakin hari farhan terasa semakin menjauhi ku. Aku hanya berfikiran positif tentangnya, walaupun aku juga merasa tak yakin dihatiku.
               Kali ini seminggu sudah Farhan tak menghubungi ku. Akupun sudah mempasrahkan perasaanku. Sering dalam doa ku minta petunjuk pada Allah SWT . Bila ia terbaik bagi agamaku, dunia dan akhiratku mohon tunjukkan Ya Allah.. bila ia buruk bagi agamaku, dunia dan akhiratku maka jauhkanlah ia dari ku Ya Rabb.
Selesai sholat aku duduk termangu di depan jendela kamarku. Ku pandangi langit cerah mala mini. Udaranya pun sejuk menentramkan. Terbesit dibenakku nama farhan. Dan tiba-tiba pesannya masuk.
nindya,.. apa kamu gak bertanya-tanya kenapa aku sekarang tak menghubungimu lagi?”
Aku pun membalas :
“iya, han .. aku juga heran .. kamu sebenarnya kenapa?”
“aku sekarang lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temanku”
 Aku berfikir itu teman-teman pengajian farhan. Aku hanya menanggapi dengan positif dan seperlunya, walaupun hatiku tetap merasa aneh. Beberapa pesan kemudian farhan tak membalas pesanku lagi. Entah bagaimana keyakinan hatiku terkumpul untuk memutus penantianku untuknya.
han, aku minta maaf ya kalau banyak salah sama kamu. semoga kamu tetap istiqomah ya , dan mendapat pendamping yang baik. Lebih baik dari aku. Amin”
Farhan membalas pesanku kali ini. Ia hanya mengucap maaf dan balik mendoakan ku. Aku tak membalas pesan farhan. Sejujurnya aku sedih, sangat sedih. Tak terasa air mataku menetes. Tapi aku paksa tetap tersenyum dan menjernihkan fikiranku kalau ini adalah yang terbaik.

Beberapa hari kemudian aku melihat farhan memasang foto profil bbmnya dengan seorang perempuan yang menggandeng tangannya. Ku fikir aku sudah baik-baik saja. Tak terasa air mataku menetes. Hatiku terasa sakit. Aku tak ingin mengatakan ia mengkhianati ku. Karena aku dan farhan tak pernah mengikrarkan status hubungan antara kami. Tapi entah mengapa perasaan terkhianati ini amat menusuk. Aku merasa farhan membohongiku. Selama ia menjauhiku ia tak jujur padaku. Aku sadar ia berhak memilih siapa saja. Tapi kenapa ia dengan berani membayangi-bayangi ku dengan impian rumah tangga yang begitu indah. Aku hanya membesarkan hatiku untuk menerima. Mungkin aku yang salah arti kedekatan ini dengan farhan. Aku mengirimi farhan ucapan selamat. Namun ternyata pesan bbmku tak terkirim. Aku di hapus dari kontaknya. Aku tersenyum, ku kirimi ucapan selamat itu ke facebook farhan. Farhan tak membalas.

Cukuplah sudah kurasa semua. Ternyata benar kata ibu. Farhan bukan yang terbaik buatku. Namun dalam hatiku tetap bersyukur aku telah di pertemukan dengan farhan. Yang memberiku banyak pelajaran. Aku menyadari perkataan dan penilaian seorang ibu tak selalu salah. Doanya di perkenankan, kasih sayangnya sungguh tulus. Maka karena itu ibu tau yang baik untuk anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar