Kicauan burung
yang bertengger di tepi jendela kamarku membangunkan ku pagi ini. Beberapa kali
kedipan mata yang harus ku lakukan agar mata ini terbuka lebar. "Ah...
ternyata aku tertidur di atas sajadah sehabis subuh tadi". Setelah ku
lipat mukenah, berjalan ku kearah dapur. Ku lihat ibu sedang sibuk memasak.
"Bu, mau masak apa hari ini?" tanya
ku pada ibu.
“ini
nindya, sayur asem kesukaan kamu” jawab ibu dengan senyuman.
Dengan hati-hati
aku Tanya pendapat ibu tentang farhan, pria yang ku ceritakan pada ibu seminggu
yang lalu. Raut muka beliau seketika berubah menjadi masam. Aku tahu ibu tidak
suka pada Farhan, walaupun baru sedikit saja ku ceritakan tentangnya, ibu
langsung menilai pria itu tak sungguh-sungguh dengan ku. Entah apa yang jadi
penilaian ibu, padahal aku menceritakan segala kebaikan yang ku lihat pada
dirinya.
“kalau dia sungguh-sungguh, dia
gak bakal banyak ngomong nindya,.. dia bakalan minta ketemu sama ibu”
“tapi bu,… farhan dan nindya kan
mesti saling mengenal dulu. Masak langsung main ketemu sama ibu terus?” tangkis
ku.
Ibu berhenti memotong sayur yang
ada di tangannya. Ibu menatapku dengan tatapan lembut namun tegas.
“nindya, kamu anak ibu satu-satunya.
Perempuan. Dalam ajaran islam nak gak ada itu saling mengenal tapi dengan cara
sering teleponan, sms-an, apalagi sampai ketemuan berduaan”.
“tapi bu kita gak ngomongin yang
aneh-aneh kok. Cuma ngomong biasa. Soal rumah tangga, agama, pokoknya yang
positif-positif aja”
“itulah pintu awal syaithan bisa
masuk nindya,, dari seringnya membahas sesuatu yang bukan seharusnya kalian
bahas sekarang malah kalian bahas, kalian bisa di belokkan syaithan. Apa sekarang
kamu gak merasa seperti ada ikatan perasaan sama dia?kayak orang pacaran? Dari sebegitu
seringnya kalian berkomunikasi..”
Aku terdiam. Aku tak dapat lagi
menyanggah perkataan ibu. Benar yang beliau katakan. Perlahan hati ku merasa
seperti memiliki farhan. Terkadang dalam perbincangan kami, jika farhan
menyebut nama perempuan lain yang dia sebut teman saja, aku sudah tak suka. Ibu
memperhatikan raut wajah dan sikapku. Sepertinya ibu mengetahui apa yang aku
fikirkan.
“sudahlah, nindya.. ibu tak
menghalangi mu untuk mengenal orang nak. Tapi kamu harus tau batasan sebagai
seorang perempuan muslim, jika kau ingin mengenal. Lakukan dengan cara ta’aruf
yang benar.. bukan seperti ini”
Aku hanya tersenyum simpul
memandang wajah ibu. Hatiku bimbang. Benar sekali yang ibu katakan, tapi
perasaanku ini harus di bagaimanakan?
Sehabis
sholat isya aku duduk diatas kasur ku sembari membaca buku. Yah, farhan yang
menganjurkan ku untuk membaca buku itu. Buku tentang menjalani rumah tangga
islam. Dalam buku itu lengkap sekali mulai dari awalan ta’aruf sampai ke
masalah rumah tangga. Ia juga sering mengingatkan ku untuk melakukan sholat
sunat. Berbincang soal agama. Aku mendambakan calon imam seperti farhan. Yang mengingatkanku
banyak hal tentang aturan agama. Tak berapa lama ku balik helai demi helai
kertas di dalam buku bacaanku, ponselku bordering. Ya itu dari farhan. Setiap hari
farhan menghubungiku. Seperti biasa kami berbincang panjang. Malam semakin
larut dan kami masih berbincang. Aku tau farhan sudah mulai mengantuk, tapi tak
seharusnya ia salah memanggil nama ku. Aku mulai ragu terhadap farhan. Tapi ku
tepis karena ku sangka itu hanya masalah sepele dan wajar.
Sudah
beberapa hari farhan tak lagi menghubungiku. Ia hanya mengirimi ku pesan
singkat sesekali. Tidak seperti biasa yang bisa setiap saat mengirimi pesan,
menanyai kegiatanku. Ini membuatku banyak berfikir. Aku banyak memperkirakan
apa yang sedang ia lakukan. Mungkin saja ia sedang sms-an sama perempuan yang
ia sebut sebagai teman itu. Aku sering menepis fikiran itu. Aku beranikan diri
untuk mengiriminya sms duluan.
“Assalamu’alaikum.. han, kamu lagi apa”
Tak lama farhan membalas :
“Wa’alaikumsalam, maaf nindya aku sibuk banyak kerjaan”
“oh, yasudah. Maaf mengganggumu, han. Lanjutin aja kerjaannya”
Farhan tak membalas pesanku lagi. Dan semakin
hari farhan terasa semakin menjauhi ku. Aku hanya berfikiran positif
tentangnya, walaupun aku juga merasa tak yakin dihatiku.
Kali
ini seminggu sudah Farhan tak menghubungi ku. Akupun sudah mempasrahkan
perasaanku. Sering dalam doa ku minta petunjuk pada Allah SWT . Bila ia terbaik
bagi agamaku, dunia dan akhiratku mohon tunjukkan Ya Allah.. bila ia buruk bagi
agamaku, dunia dan akhiratku maka jauhkanlah ia dari ku Ya Rabb.
Selesai sholat aku duduk termangu
di depan jendela kamarku. Ku pandangi langit cerah mala mini. Udaranya pun
sejuk menentramkan. Terbesit dibenakku nama farhan. Dan tiba-tiba pesannya
masuk.
“nindya,.. apa kamu gak bertanya-tanya kenapa aku sekarang tak
menghubungimu lagi?”
Aku pun membalas :
“iya, han .. aku juga heran .. kamu sebenarnya kenapa?”
“aku sekarang lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman-temanku”
Aku berfikir itu teman-teman pengajian farhan.
Aku hanya menanggapi dengan positif dan seperlunya, walaupun hatiku tetap
merasa aneh. Beberapa pesan kemudian farhan tak membalas pesanku lagi. Entah bagaimana
keyakinan hatiku terkumpul untuk memutus penantianku untuknya.
“han, aku minta maaf ya kalau banyak salah sama kamu. semoga kamu tetap
istiqomah ya , dan mendapat pendamping yang baik. Lebih baik dari aku. Amin”
Farhan membalas pesanku kali ini.
Ia hanya mengucap maaf dan balik mendoakan ku. Aku tak membalas pesan farhan. Sejujurnya
aku sedih, sangat sedih. Tak terasa air mataku menetes. Tapi aku paksa tetap
tersenyum dan menjernihkan fikiranku kalau ini adalah yang terbaik.
Beberapa hari kemudian aku
melihat farhan memasang foto profil bbmnya dengan seorang perempuan yang
menggandeng tangannya. Ku fikir aku sudah baik-baik saja. Tak terasa air mataku
menetes. Hatiku terasa sakit. Aku tak ingin mengatakan ia mengkhianati ku. Karena
aku dan farhan tak pernah mengikrarkan status hubungan antara kami. Tapi entah
mengapa perasaan terkhianati ini amat menusuk. Aku merasa farhan membohongiku. Selama
ia menjauhiku ia tak jujur padaku. Aku sadar ia berhak memilih siapa saja. Tapi
kenapa ia dengan berani membayangi-bayangi ku dengan impian rumah tangga yang
begitu indah. Aku hanya membesarkan hatiku untuk menerima. Mungkin aku yang
salah arti kedekatan ini dengan farhan. Aku mengirimi farhan ucapan selamat. Namun
ternyata pesan bbmku tak terkirim. Aku di hapus dari kontaknya. Aku tersenyum,
ku kirimi ucapan selamat itu ke facebook farhan. Farhan tak membalas.
Cukuplah sudah kurasa semua. Ternyata
benar kata ibu. Farhan bukan yang terbaik buatku. Namun dalam hatiku tetap
bersyukur aku telah di pertemukan dengan farhan. Yang memberiku banyak
pelajaran. Aku menyadari perkataan dan penilaian seorang ibu tak selalu salah. Doanya
di perkenankan, kasih sayangnya sungguh tulus. Maka karena itu ibu tau yang
baik untuk anaknya.