Menjadi seorang
guru itu memiliki kebanggaan tersendiri. Selain karena dapat predikat “Pahlawan
Tanpa Tanda Jasa”, guru juga menjadi motivator dan contoh bagi siswa. Menempa
siswa menjadi pribadi yang berkarakter dan kreatif dalam berbagai bidang, navigator
dalam kebingungan yang dialami siswa.
Bagi seorang
perempuan menjadi seorang guru merupakan salah satu pilihan terbaik. Karena perempuan
kelak menjadi seorang ibu rumah tangga yang harus membagi waktu dan dirinya
untuk mengurus rumah tangga, suami, dan anak. Namun, banyak juga profesi guru
ini digeluti oleh pria. Di Indonesia sendiri sudah tidak heran kalau guru
swasta atau honorer mendapatkan penghasilan yang minim bila hanya mengandalkan
bekerja di sekolah tanpa usaha sampingan. Bagi pria yang berprofesi sebagai
guru tentu harus bekerja ekstra untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Beberapa guru
ada yang mengeluhkan begitu banyaknya tugas yang harus dilaksanakan seorang
guru. Namun hasil yang diperoleh tak memuaskan. Bila keluhan ini terjadi muncul
berbagai jawaban. Ada yang mengatakan “ jadi guru itu ya harus ikhlas”. Ya,
memang benar jadi guru harus ikhlas, kalau tidak ikhlas sudah tidak mau memilih
jurusan keguruan dulunya waktu masih kuliah. Biarpun mungkin beberapa orang secara
“beruntung” memilih keguruan.
Pendidikan di
Indonesia sekarang ini masih belum bisa dibandingkan terlalu jauh seperti
pendidikan di negeri lain. Ya, lihat saja dari sumber daya manusia dan
fasilitas pendukung pendidikannya. Tak heran, kalaupun ada dana untuk
peningkatannya paling juga sudah sunat sana-sini. Hal ini sama saja mengajarkan
tradisi buruk pada guru dan anak didik yang mengetahui ini secara lumrah.
Padahal mengajar
itu sangat menyenangkan. Melihat binar mata siswa yang cemerlang terpancar
harapan dan banyak impian luar biasa, membuat guru semangat untuk terus
mengajar dan membagikan ilmu. Sesaat ketika mengajar permasalahan hasil kerja
tak lagi difikirkan. Itu lah keikhlasan guru yang penuh tulus dalam menciptakan
generasi penerus yang kreatif, berpotensi, dan terampil. Sangat disayangkan
sekali bila mereka harus mengubur cita-cita mulia karena fasilitas sekolah yang
tak memadai, tak ada perhatian lebih dari pemerintah daerah setempat, terutama
daerah tertinggal, dan kekurangan tenaga guru. Atau bilapun tenaga guru
memadai, tapi menjadi enggan mengajar dikarenakan masalah penghasilan.
Untuk mengatasi
hal ini kembali jadi PR pemerintah pusat. Hendaknya lebih perhatian terhadap
guru honorer dan swasta. Banyaknya persyaratan yang membebani guru untuk
mendapatkan intensif sungguh membuat kerepotan disamping harus menguasai materi
setiap masuk, mengajar dan menyusun RPP. Lebih baik jika persyaratan
diminimalkan dan dibuat sesederhana mungkin namun menuntut tanggung jawab yang
sesuai. Pengawasan terhadap sekolah harus benar-benar berjalan jujur dan
terus-menerus. Guru pun akan semakin termotivasi dan semangat dalam menigkatkan
potensi karena beban mereka untuk melakukan/mengurus persyaratan tidak
menghabiskan waktu banyak. Hal mengakibatkan siswa juga semakin bersemangat
dalam menimba ilmu, mencari pengetahuan dan penemuan baru.
Lalu dengan penjabaran diatas masih mau, siap menjadi guru? Harus ! Harus siap ! karena guru adalah pahlawan perkasa yang apabila siswa menjadi luar biasa dari ilmu yang di ajarkannya, guru tidak akan iri malah bangga, dan bahagia atas pencapaian luar biasa anak didiknya. Guru juga tidak mengharap ketika suatu saat bertemu denganmu masih kau ingat ia, atau memberikan hadiah yang banyak. Betapa mulianya seorang guru. Bagaimanapun keadaan sekitarmu, bersemangatlah dalam mengajar,selain pahala yang terus mengalir akan kau dapatkan hingga wafat kelak, mengajar sama halnya dengan memberi kehidupan bagi orang lain. SEMANGAT !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar